7 Tahun Lalu PT Timah Gandeng BPKP, Terapkan GCG. 2024 BPKP Sebut PT Timah Korupsi 300 T, Ada Apa ?

PANGKALPINANG,BABELFAKTA – Ada apa dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tiba-tiba mengeluarkan jumlah kerugian negara dalam kasus korupsi komoditas timah di Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tahun 2015-2022 mencapai angka Rp 300 Triliun.

Padahal 7 tahun lalu, Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kesepakatan antara BPKP dengan PT.l Timah (Persero) Tbk ini merupakan upaya untuk mewujudkan ketentuan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik dan Negara RI Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Kamis (9/2/2017).

“MoU ini bertujuan untuk membangun GCG PT Timah agar lebih menjamin terjadinya proses dan hasil penerapan GCG yang lebih baik di lingkungan PT Timah di masa yang akan datang,” ujar M Riza Pahlevi.

Riza menambahkan, melaui kerjasama ini, penerapan GCG dan pengelolaan perusahaan ke depannya diharapkan akan lebih dapat memperbesar peluang untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

“Juga dapat mengurangi dampak risiko negatif yang tidak kita harapkan dalam mewujudkan sasaran perusahaan atau organisasi uang diterapkan,” tegasnya.

Komisaris PT Timah (Persero) Tbk, Milawarma yang pada kesempatan penandatanganan MoU tersebut hadir mewakili Komisaris Utama PT Timah (Persero) Tbk.

“Berharapan agar penerapan GCG di PT Timah (Persero) Tbk tidak hanya dijadikan sebagai pemenuhan administratif saja,” ungkapnya.

Hal tersebut ditekankan kembali oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara, Gatot Darmasto dalam pemaparannya.

“Baru-baru ini terjadi, BUMN-nya besar, WTP, tapi ternyata terjadi fraud. Bisa jadi seperti yang dikatakan oleh Pak Komisaris, GCG ini diterapkan hanya untuk memenuhi saja. Hanya sekedar dokumen, hanya mengejar nilai saja tapi tidak pada hakikatnya,” ujar Gatot.

“GCG bukan hanya masalah administrasi, bukan hanya menyusun aturan, SOP, dan sebagainya. Tapi lebih banyak upaya melakukan perubahan sikap dan perilaku. Jado GCG-nya tidak pada tataran dokumen tapi ada di dalam soft-nya,” tambah Gatot.

Ia juga menambahkan mengenai pentingnya komitmen dari seluruh jajaran PT Timah (Persero)Tbk yang diperlukan dalam implementasi GCG.

“Penandatangan MoU, PT Timah (Persero) Tbk bersama BPKP juga melaksanakan kegiatan Workshop “Manajemen Aset dan Fraud Control” yang diikuti oleh kurang lebih 200 peserta dari Instansi Pemerintahan dan Perusahaan BUMN yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,” sebutnya.

Ia juga mengatakan melalui Workshop ini diharapkan para peserta mendapatkan pandangan yang sama akan kebutuhan dan pentingnya pengelolaan manajemen aset dan fraud control.

“Kedepan dibutuhkan pandangan tentang pentingnya pengelola manajemen aset fraud control yang dilakukan oleh PT Timah Tbk,” katanya.

Dua hari lalu, tiba-tiba pihak Kejaksaan Agung mengumumkan jumlah kerugian negara dalam kasus korupsi di PT Timah mencapai angka Rp 300 Triliun.

Angka kerugian tersebut merupakan perpaduan antara jumlah kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dan kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kami sampai pada kesimpulan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 300,003 Triliun,” kata Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Agustina Arumsari dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Ia menjelaskan kerugian negara tersebut berasal dari 3 komponen perhitungan. Komponen pertama, kata dia, adalah kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,85 Triliun.

Komponen kedua, kata dia, adalah pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah ke mitra penambang yang dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp 26,649 Triliun.

Selanjutnya, komponen ketiga adalah kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan sebesar Rp 271,06 Triliun. Perhitungan negara akibat kerusakan lingkungan ini dihitung oleh ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo.

“Berdasarkan bukti dan evaluasi BPKP menghitung kerugian negara atas permintaan penyidik Kejaksaan Agung. Penghitungan dilakukan dengan prosedur audit, termasuk berdiskusi dengan enam ahli, salah satunya Bambang Hero,” paparnya.

Dirinya, meyakini kerusakan lingkungan dapat dihitung sebagai kerugian keuangan negara. Sebab, kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang ilegal menyebabkan penurunan nilai aset yang dimiliki oleh negara.

“Berdasarkan konteks sumber daya alam dan lingkungan, kerusakan yang timbul oleh tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan,” cetus Agustina.

Kerugian negara akibat kasus korupsi timah ini melonjak dari perhitungan sebelumnya yang sebesar Rp 271 Triliun menjadi 300 Triliun dan ini sudah sesuai dengan perhitungan yang didapatkan.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan penghitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP ini akan menjadi alat bukti untuk memperkuat pembuktian diproses persidangan. Kejaksaan menyatakan penyidikan kasus timah sudah mencapai tahap akhir dan akan segera dilimpahkan ke pengadilan.

“Berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP, diperoleh hasil kerugian yakni sebesar Rp300 Triliun,” tegas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah.

Febrie menegaskan kerugian lingkungan yang dimaksud, akibat dari pengambilan bijih timah yang dilakukan para smelter/swasta yang bekerja sama dengan oknum PT Timah Tbk di wilayah IUP PT Timah Tbk secara ilegal sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. 

“Ini perbuatan melawan hukum tersebut telah menimbulkan kewajiban bagi PT Timah Tbk selaku pemegang IUP untuk memulihkan kerusakan yang terjadi,” pungkasnya.(MJ01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *