ICW dan PUKAT UGM Berpendapat Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Adanya Pembiaran dan Persekongkolan

PANGKALPINANG,BABELFAKTA – Dalam Siaran Pers Indonesia Corruption Watch, Sabtu (1/6/2024) mengungkapkan pemerintah dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah ini lalai memastikan tata kelola ekstraktif yang baik.

Setidaknya dua kementerian yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) gagal menjalankan tugasnya.

Kementerian BUMN tidak memastikan PT Timah, entitas BUMN yang berada di bawah tanggung jawabnya, untuk mengambil langkah yang dapat mencegah terjadinya korupsi.

“PT Timah selaku BUMN diketahui menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan Mineral Timah yang “memperlancar” praktik kotor perusahaan-perusahaan boneka yang menambang bijih timah secara ilegal,” tegasnya.

Lebih jauh, Kementerian ESDM lalai melakukan peran pengawasan sebagaimana telah dimandatkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Menteri ESDM dibekali kewenangan yang luas untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mulai dari teknis pertambangan, pemasaran, pengelolaan lingkungan hidup, hingga kesesuaian pelaksanaan kegiatan sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP),” paparnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, Universitas Gajah Mada mengungkapkan kasus korupsi di PT Timah, bagai fenomena gunung es dimana penyalahgunaan Izin Usaha Pertambangan belum semuanya terkuat.

“Besar kemungkinan modus korupsi yang sama terjadi di perusahaan tambang lainnya. Namun begitu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam ini ditengarai belum sepenuhnya optimal karena masih lemahnya sistem pengawasan pemerintah hingga penegakan hukum yang cenderung pro pelaku bisnis,” ungkap Yuris Rezha.

Yuris Rezha menanggapi dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022 yang kini ditangani oleh Kejaksaan Agung RI.

Dalam kasus dugaan korupsi PT Timah, kata Yuris, Kejaksaan tengah mengejar kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat pembelian pasokan timah yang tidak sesuai prosedur dengan harga diatas standar.

“Jika merunut duduk perkara yang disampaikan Kejaksaan Agung, maka ada satu isu yang juga perlu disorot yaitu mengenai persekongkolan dengan melibatkan pebisnis tambang illegal,” kata Yuris, Selasa (2/4/2024).

Ia menduga, kasus korupsi di PT Timah ini akhirnya terbukti,” ungkapnya, maka kejadian ini menjadi bukti telak adanya persekongkolan pemerintah melalui perusahaan negara dengan pengusaha korup.

“Pasalnya, perusahaan tambang ilegal seharusnya ditindak secara hukum malah justru sebaliknya dirangkul dan difasilitasi sedemikian rupa. Bahkan dijadikan rekanan untuk mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam dengan cara melanggar hukum. “Anehnya, hal ini juga luput dari pengawasan pemerintah maupun Aparat Penegak Hukum,” tegasnya.

Yuris menyebutkan, secara umum ada beberapa modus yang sering terjadi pada kasus korupsi sumber daya alam. Seperti misalnya suap untuk meloloskan pemberian izin yang tidak layak, hingga kekurangan penerimaan negara yang disetor akibat manipulasi data produksi sumber daya alam.

“Dugaan kasus korupsi PT Timah ini dimata publik, mempertontonkan bagaimana praktik tambang ilegal yang seharusnya menjadi bagian dari pengawasan pemerintah dan penegakan hukum dari aparat justru mendapat ‘karpet merah’ untuk menjalankan bisnisnya,” sebutnya

“Faktor sulitnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam diantaranya adalah lemahnya sistem pengawasan pemerintah hingga penegakan hukum yang cenderung pro bisnis,” tambah Yuris Rezha.

Yuris Rezha juga mempertanyaan bagaimana mungkin jika usaha tambang ilegal, yang tentu jelas sudah melanggar hukum malah difasilitasi sebagai rekanan ?. Menurutnya, Kejaksaan tentu bisa menelusuri lebih lanjut lemahnya pengawasan hingga kemungkinan adanya pembiaran terhadap operasi tambang ilegal ini. Apalagi misalnya praktik seperti ini terjadi selama bertahun-tahun.

“Apabila terdapat bukti adanya pembiaran, apalagi misalnya sampai dapat dibuktikan adanya suap untuk menutup mata terhadap praktik ilegal tersebut maka bukan tidak mungkin akan ada aktor lain yang bisa dijerat dari pengembangan perkara kasus ini,” ujarnya.

Ia berpendapat, kasus korupsi di tubuh PT Timah ini untuk kesekian kalinya terjadi kasus korupsi di sektor pertambangan. Oleh karena itu, pemerintah harus punya komitmen kuat untuk mengupayakan berbagai cara pencegahan.

Sebab, korupsi sumber daya alam tidak akan selesai hanya dengan mengembangkan sistem untuk kemudahaan berbisnis.

“Tapi juga perlu diperketat perihal pengawasan, pengelolaan konflik kepentingan yang berkelindan antara pejabat atau menteri dengan perusahaan di sektor sumber daya alam, serta penegakan hukum yang independen dari pengaruh bisnis,” pungkasnya.(MJ01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *