JAKARTA, BABELFAKTA.COM – Penetapan oleh kejagung terhadap lima perusahaan korporasi mendapatkan kritik dari dua orang tokoh nasional yang pertaman muncul dari Guru Besar Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sudarsono dan kedua muncul dari Ahli hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita. Jumat,(3/1)
Dilansir dari Sindonews.com. Prof. Sudarsono menilai langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima korporasi sebagai tersangka kasus kerusakan lingkungan dalam kasus tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dapat berdampak serius terhadap dunia usaha di Indonesia.
Guru besar Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor juga menekankan setiap aktivitas eksplorasi lahan, baik di sektor tambang maupun lainnya pasti menimbulkan perubahan lingkungan yang tak terhindarkan.
“Setiap kali ada eksplorasi lahan, perubahan tutupan lahan pasti terjadi. Tidak hanya tambang, sektor lain seperti perkebunan sawit pun demikian. Jika ini dijadikan dasar untuk menghitung kerugian negara dan dibebankan kepada pelaku usaha, maka semua pihak pasti masuk penjara atau bangkrut,” kata Sudarsono
Ia juga menyebutkan kebijakan semacam ini tidak hanya akan menghancurkan industri pertambangan tetapi juga perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Selanjutnya Sudarsono menegaskan tanggung jawab utama atas dampak kerusakan lingkungan pada aktivitas legal seharusnya berada di tangan negara.
Terlebih, jika eksplorasi atau pengolahan lahan itu sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah lewat kementerian atau lembaga terkait.
“Jika penambangan dilakukan di (wilayah) IUP artinya legal, maka negaralah yang bertanggung jawab. Kan dia sudah mengeluarkan IUP. Artinya saat izin diberikan maka negara sadar pasti akan terjadi kerugian (lingkungan) negara,” terangnya.
Dia pun mengingatkan kewajiban perusahaan pemegang IUP adalah melakukan reklamasi lahan pasca-eksplorasi. Jika reklamasi tidak dilakukan barulah sanksi hukum bisa diterapkan.
“Bukan seperti sekarang, langsung dipidana dan dihitung sebagai kerugian negara. Kalau begitu, tidak ada lagi orang yang berani menambang,” tegasnya.
Namun, ia menegaskan tindakan hukum dapat diterapkan secara tegas terhadap penambang liar karena aktivitas tersebut jelas melanggar hukum.
Dia pun menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut sanksi hukum terhadap pelaku kasus tata niaga timah terlalu ringan. Ia menganggap pernyataan itu muncul akibat informasi yang tidak tepat.
“Presiden mungkin emosional karena mendapat informasi yang keliru. Kita harus mendukung beliau dengan memberikan data yang benar agar pengelolaan lingkungan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,” ujar
Selanjutnya Ahli Hukum pidana menilai klaim kerugiaan negara sebesar 300 T menjadi beban berat bagi kejaksaan agung sebab, kejangung harus bisa membuktikan nilai kerugiaan negara yang diumumkan ke publik
Dalam pandangan Prof Romli Atmasasmuta, apa yang telah Kejagung lakukan dengan menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah diwilayah izin usaha pertambangan PT Timah kepada kelima korporasi tersebut adalah PT. RBT, PT. SIP, PT SBS, PT. TIN dan CV. VIP
Prof. Romli Atmasasmita menyebutkan dengan penetapan lima perusahaan sebagai tersangka korporasi merupakan langkah untuk mengejar kerugian negara yang belum terpenuhi dari para terdakwa.
“Ketikan Kejagung telah menetapkan kepada publik tentang kerugian negara 300 T. Mereka harus menunjukkan bukti, meskipun angkat tersebut sulit untuk dibuktikan,” ujarnya
Selanjutnya, Ia menjelaskan bahwa hukum denda yang ditetapkan kepada korporasi harus melalui majelis hakim sesuai peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2020.
“Denda yang dijatuhkan kepada direksi perusahaan yang telah terdakwa tersebut dengan nilai sudah sangat fantastis. Jaksa boleh saja menghitung semaunya boleh, tapi Hakim punya patokan, tetapi Hakim membuat patokan sesuai Perma nomor 1 tahun 2020,”pungkasnya. (MJ001)