Ironi Keadilan: Rakyat Bantu Negara Kaya, Malah Dihukum Berat

Opini ; Ahmad Wahyudi Sekretaris Aliansi Wartawan Muda Bangka Belitung (AWAM Babel)

PANGKALPINANG, BABELFAKTA.COM -Dalam sebuah kasus yang menghebohkan, muncul kejanggalan dalam pengelolaan tambang timah di Indonesia. Meskipun terdapat kesepakatan jelas (MoU) dan izin resmi, serta keuntungan besar yang diperoleh negara dari hasil penjualan timah, justru rakyat kecil yang menanggung beban akibat kerusakan lingkungan dan dijatuhi hukuman penjara.

Ironisnya, negara yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan justru seenaknya mengambil alih smelter swasta dengan dalih menutupi kerugian negara.

Padahal, langkah ini lebih mengarah pada ketidakmampuan negara dalam membangun fasilitas peleburan sendiri.

Kemana larinya keuntungan besar dari penjualan timah selama ini? Apakah ini bentuk keadilan yang sesungguhnya? Dan apakah dengan mengambil alih smelter swasta, negara benar-benar serius memperbaiki kerusakan lingkungan atau hanya mencari keuntungan semata

Terakhir dalam publikasi Kejaksaan Agung menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka korupsi dalam kasus tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.

Lima korporasi itu adalah adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP)

“Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup akan dibebankan kepada perusahaan sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing-masing perusahaan tersebut,” kata Febrie dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (2/1).

Dalam kasus ini, Kejagung sebelumnya telah menetapkan total 23 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah.

Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun. (Berbagai Sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *